MATUR NUWUN SAMPUN MAMPIR

Jumat, 07 Januari 2011

Diluncurkan, Motif Batik Purworejo "Adi Purwo"
Buat halaman ini dlm format PDF
Cetak halaman ini
Kirim halaman ini ke teman via E-mail



Ditulis oleh Ahmad Nas Imam   
Kamis, 05 Maret 2009





SELAMA ini kita hanya mengenal batik tradisional dengan motif  yang sangat beragam. Tetapi kini muncul corak batik kontemporer khas Purworejo yang oleh Bupati Purworejo Kelik Sumrahadi diberi nama Adi Purwo. Bahkan pertengahan Januari 2009 lalu Adi Purwo resmi diluncurkan sebagai produk asli Purworejo. Peluncuran Adi Purworejo dilakukan bersamaan dengan pembukaan pameran pendidikan “Gebyar SMK”, di aula SMKN 3 Purworejo.
Perbedaan motif Adi Purwo dengan batik lainnya teretak pada ragam hiasnya. Pada batik tradisonal, dikenal dengan motif Melati secontong, Lung Kenongo, Nam Kepang, Laras Driyo, Pisang Bali, Limaran, Lung Semongko, Buntal Kampuh, Menyan Kobar, Desa Sidoluhur, Sidomukti, Leler Mengeng, Parang Kawung dan masih banyak corak dengan kekhasan masing-masing. Sedangkan pada batik Adi Purwo, ragam  gambar sebagai motifnya terdiri atas gula kelapa, padi, manggis dan durian, empon-epoon, kambing PE, klanting dan kue clorot, modang.
Sedangkan ragam hias bagian tumpal terdiri atas tari dolalak, bedug Pendowo, bunga cengkeh.
Kelik Sumrahadi menyatakan bahwa bukan suatu bangsa bila tidak mempunyai budaya. Dan budaya yang dimiliki setiap bangsa berbeda-beda. Budaya itu jugalah yang menjadikan ciri kas bangsa tersebut. Termasuk di dalamnya bangsa Indonesia, kususnya suku Jawa, memiliki budaya yang  mempunyai nilai tinggi. Budaya itu perlu dijaga agar jangan sampai luntur, bahkan berkewajiban bagi generasi tua untuk mewariskan budayanya ke generasi berikutnya.
Dikemukakan bahwa salah satu budaya yang dimiliki bangsa Indonesia antara lain, kain batik. Budaya ini, menurutnya, sudah dikenal sejak nenek moyang, bahwa sudah dikenal sebagai pembatik ulung. Namun konon katanya, kata beliau, saat ini hak patenya justru dimiliki Malaysia. Demikian pula wilayah Purworejo, sebagai salah satu sentra pengrajin batik. Keberadaan pengrajin tersebar di beberapa wilayah seperti, Grabag, Pituruh, Bagelen, Banyuurip. Hasil karya mereka dikenal mempunyai ciri/corak batik yang berbeda-beda. 
Ia berharap dengan pencangan ini, para pengrajin batik Kabupaten Purworejo tertantang untuk  lebih berkreasi.. Bila selama ini dikenal dengan ciri kas lokalnya, namun dengan Adi Purwo, maka bukan lagi tingkat local, namun sudah membawa nama kabupaten.
Ditambahkan bahwa dunia perbatikan, kususnya di Jawa Tengah diharapkan semakin menggembirakan. Hal ini ditunjang adanya instruksi Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo beberapa waktu lalu, bahwa pakaian seragam PNS mulai hari Kamis - Sabtu mengenakan batik. Diharapkan ke depan kondisi seperti itu, dapat memberikan angin segar bagi para pengarajin batik. Di sisi lain, ia mengingatkan  agar tidak mematikan pembatik lokal, jangan mendatangkan batik dari luar Purworejo.
Disainer motif Adi Purwo, Hartanti Hartomo, mengemukakan bahwa ide tersebut diperoleh saat dirinya mengikuti lomba Karya Batik Nusantara tingkat nasional yang diselenggarakan di Balai Batik Yogyakarta. Saat itu dirinya mengangkat tema Tradisi dan Modernitas Menuju Identias. Ia menampilkan batik bermotif potensi Purworejo. Saat itu ia masih memberikan nama “Pesona Purworejo”. Ternyata mempunyai daya tarik tersendiri bagi dewan juri.Terbukti mampu masuk 20 besar dari 200 peserta. 
Dikemukakan bahwa batik motif Adi Purwo adalah batik kontemporer. Motif ini menggambarkan kondisi dan potensi yang ada di Purworejo. Potensi seni dan budaya ditampilkan dalam gambar penari dolalak dan Bedug Pendowo. Potensi pertanian dan perkebunan berupa manggis, durian dan empon-empon. Potensi peternakan berupa kambing peranakan Ettawa. Potensi industri rakyat berupa makanan klanting, kue clorot, gula kelapa, Kain yang dipakai jenis primisima, dengan pewarnaan hitam, coklat, kuning, hijau dan merah.
Pemberian ragam hias potensi daerah, menurutnya mempuyai makna. Gula kelapa, merupakan industri rakyat di beberapa wilayah Kabupaten Purworejo. Produksinya mencapai 2-3 kwintal per hari. Pemasarannya hingga kota besar seperti Semarang, Yogya, Solo dll. Padi, bermakna bahwa Purworejo merupakan lumbung padi di eks Karesidenan Kedu. Areal penanaman luas  ditunjang system irigasi teknis dan non teknis, menggambarkan kemakmuran. 
Buah manggis dan  durian, merupakan produk unggulan dari idang pertanian dan perkebunan di pegunungan. Empon-empon, yang berupa kencur, jahe, kunyit, kapulogo, dan temulawak, merupakan bahan membuat jamu, merupakan potensi yang dimilki masyarakat perbukitan. Kambing ettawa, merupakan potensi besar yang dimiliki Kabupaten Purworejo. Klanting dan kue clorot, merupakan makanan khas Purworejo.  
Modang menggambarkan tata peerintahan di Purworejo yag utuh. Terdpat alun-aluun di tengah kota, di keilingi kantor bupati, rumah dinas  hpati, Masjid, Polres, Kodim, Gereja. Ragam hias pad bagian tumpel,, penari dolalak  yaitu keseneian yang tumbih sebagai hasil akulturasi budya barat dan timur. Bedug Pendowo, sebagai makna potensi budaya Purworejo yang sudah dikenal di dunia. Bunga cengkeh merupakan asesoris yang terdapat pada kostum penari dolalak.  Sedangkan latar dari motif ini diberi hiasan pasiran, yang mengandung makna, bahwa Purworejo mempunyai potensi SDA yaitu pasir besi.
Dibeberkan beberapa motif tradisoinal yang telah dikenal masyarakat. Antara lain, motif Jatayu. Motif ini banyak dihasilkan oleh pengrajin batik Desa Banyuurip. Sampai saat ini belum diketahui siapa penciptanya. Ragam hias burung jatayu dengan berbagai flora. Kain yang digunakan jenis primisima dan babaran kelengan latar putih.
Lung Semongko. Motif ini terdiri dari  ragam hias buntal dan lung (daun) semangka. Kain yang dipakai jenis primisima, dicelup dengan warga sogan latar hitam  Banyak diproduksi pengrajin Desa Banyuurip. Siapa penciptanya, juga belum diketahui.
Mlati Secontong. Merupakan Motif batik tradisional dari wilayah Kecamatan Grabag. Menggunakan perpaduan ragam hias bunga dan capung , dibuat corak tirtotejo.. Kain yang dipakai jenis primisima dicelup warna sogan coklat hitam dan putih.
Parang. Merupakan motif dari daerah Keraton Surakarta. Biasa dipakai sebagai ageman leluhur. Hanya boleh dipakai oleh raja dan sentana dalem saja. Motif ini bayak macamnya. Salah satunya Parang Parikesit, banyak dikerjaan oleh pengrajin Kecamatan Bayan. Kain yang dipakai jenis primisima, pewarnaan putih dan ungu. Kebayakan motif parang dengan warna sogan coklat hitam dan putih.
Merak Grimisan. Merupakan corak batik ragam  garis garis kecil yang menyerupai hujan gerimis. Pada ragam ini biasa dipakai untuk isen-isen pada bagian yang kosong.  Ditambahkan bahwa motif-motif tradisional, di tiaop dearah sudah ada. Kendatiada perbedaannya, namun tidak terlalu mencolok. Ia mencontohkan, motif kawung, siluhur, sidoi mukti, dimana saja motif tersebut sudah ada. Sedangkan perbedaan yag dapat dilihat pada pewarnaan. Untuk motif model Surakarta dengan Yogyakarta sedikit berbeda. 
Motif Adi Purwo,  akan dimintakan hak kekayaan intelektual (HKI) ke Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia. Sedangkan motif tradisional, menurutnya, tidak bisa dimintakan HKI, karena tidak diketahui siapa penciptaa, sehingga dianggap milik publik. *

Tidak ada komentar:

Dengan Bekerja Sama, Kita Pasti Bisa